Selasa, 28 Juli 2015

Aplikasi SWOT pada pengelolaan limbah elektronika: Studi kasus kota Surabaya

Aplikasi SWOT pada pengelolaan limbah elektronika: Studi kasus kota Surabaya
Adinda Sandra Rosalinda(1, Dino Rimantho(2, Masriel Djamaloes(3
1) Fakultas Teknik Universitas 45 Surabaya
(adinrosalidra@gmail.com)
2) Fakultas Teknik Universitas Pancasila Jakarta
3) Program Pasca Sarjana Untag Surabaya
ABSTRAK
Pengelolaan limbah elektronika merupakan masalah yang cukup serius di hampir semua kota bahkan negara di dunia ini. Makalah ini merupakan studi kasus dari pengelolaan limbah elektronika di kota Surabaya. Dengan menggunakan desain penelitian kualitatif yang menggunakan metode SWOT dapat diaplikasikan pada studi partisipasi masyarakat di kota Surabaya. Penelitian secara kualitatif ini lebih fokus pada keterbatasan sumber daya pemerintah daerah dalam memberikan fasilitas yang tepat pada pelayanan pengelolaan limbah elektronika. Aplikasi SWOT digunakan guna merumuskan rencana aksi strategis pengelolaan limbah elektronika untuk mengeksplorasi dan memanfaatkan sumber daya masyarakat serta stakeholder yang terkait. Ini akan mendorong kerjasama yang lebih baik antar stakeholder di kota Surabaya melalui pendekatan partisipatif. Berdasarkan aplikasi SWOT memungkinkan para stakeholder untuk mengeksplorasi berbagai potensi metode dan sarana yang terkait dengan ancaman, peluang dan merubah kelemahan menjadi kekuatan dalam kaitannya dengan pengelolaan limbah elektronika. Melalui makalah ini, rencana implementasi strategis dapat dikembangkan pada setiap stakeholder untuk peningkatan pengelolaan limbah elektronika di kota Surabaya.
Kata kunci: SWOT, limbah elektronika, managemen strategi, stakeholder, Surabaya


Sumber: 
https://www.researchgate.net/publication/280533506_Aplikasi_SWOT_pada_pengelolaan_limbah_elektronika_Studi_kasus_kota_Surabaya?ev=prf_pub

Rabu, 22 Juli 2015

Bahaya Fisik

Bahaya fisik dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi paling umum yang ada di sebagian besar tempat kerja pada suatu periode tertentu. hal ini juga menyangkut mengenai keadaan tidak aman yang dapat mendorong potensi terjadinya cidera, kecelakaan kerja, penyakit kerja maupun berujung pada kematian.
Situasi bahaya ini secara umum mudah diindentifikasi lokasi tempatnya, tetapi terkadang seringkali diabaikan karena dianggap sudah terlalu biasa dan lazim dan akrab dengan kondisi seperti demikian. Sebagai contoh: kabel yang terbuka dan tidak terawat dengan baik, adanya genangan air akibat bocor, minimnya pengetahuan mengenai keselamatan kerja, atau adanya anggapan bahwa perbaikan hanya akan menghabiskan biaya saja dan lain-lain.
Bahaya fisik seringkali dihubungkan dengan sumber energi yang tidak terkendali seperti kinetik, listrik, pneumatik, hidrolik. Beberapa contoh di bawah ini mengilustrasikan bahaya fisik, misalnya:

  • Busur api
  • Paparan peralatan listrik yang tidak terlindungi
  • Bekerja dengan peralatan tegangan tinggi
  • paparan medan elektromagnetik
  • Sambungan kabel yang salah
  • Kondisi permukaan lantai yang lepas dan longgar
  • Kondisi permukaan lantai yang basah dan licin
  • Penyimpanan benda di lantai secara sembarangan
  • Trotoar diblokir
  • Tata letak area kerja yang tidak tepat
  • Permukaan lantai yang tidak rata
  • Gerakan mengangkat yang kurang tepat
  • Pengulangan gerakan secara terus menerus
  • Postur tubuh yang tidak baik saat bekerja
  • Beban yang diterima pada kondisi tubuh statis
  • Tekanan kontak pada tubuh
  • Getaran
  • Desain stasiun kerja yang kurang baik
  • Kondisi pencahayaan
  • Suhu ekstrem
  • Paparan radiasi matahari
  • Bekerja pada ketinggian
  • Bekerja pada ruangan terbatas
  • Bekerja dengan peraltan bertenaga
  • Bahaya overheat
  • Benda bertepi tajam
  • Peralatan bergerak cepat



Sumber: Kuswana, W.S., 2014, Ergonomi dan K3, Penerbit PT. Remaja Rosdakarya, Bandung

Minggu, 19 Juli 2015

HAZARD


Hazard merupakan kondisi dimana kekuatan luar dari elemen-elemen lingkungan fisik yang dapat mendorong terjadinya bahaya bagi manusia (Burton et al., 1978). Sementara itu, terjadinya risiko kerugian yang diakibatkan oleh sumber potensi bahaya juga dapat didefinisikan sebagai hazard. Atau dengan istilah lain bahwa hazard merupakan sumber atau kondisi yang mengandung potensi bahaya yang mendorong terjadinya cidera/penyakit, kerusakan terhadap infrastruktur/pabrik maupun lingkungan hidup. Lebih lanjut, potensi terhadap ancaman keselamatan kerja yang disebabkan oleh adanya energi, zat atau kondisi kerja juga dapat didefinisikan sebagai Hazard. Hal ini dapat berupa material-material, bagian-bagian mesin, bentuk energi, metoda kerja dan situasi kerja.

sumber gambar: http://www.firstaidandsafetyonline.com/


Terdapat perbedaan antara bahaya di tempat kerja dan dalam kehidupan sehari-hari. Sesungguhnya setiap saat manusia senantiasa dihadapkan dengan adanya bahaya dalam kehidupan sehari-hari, apabila tidak mempunyai tingkat kewaspadaan, seperti berjalan melintasi jalan-jalan yang sibuk dan padat, mengemudi, bekerja di kantor atau pabrik dan bermain olah raga. Meskipun demikian, manusia tidak perlu kuatir terlalu banyak tentang situasi ini. Hal ini disebabkian karena jika manusia telah terbiasa hidup dalam kebiasaan yang tertib dan disiplin terhadap berbagai situasi, dan mau mengambil pelajaran dari setiap kejadian sejak dini bagaimana mengantisipasi bahaya sehari-hari.
Manusia dapat belajar dari pengalaman pribadi, teristimewa jika telah dilatih oleh orang tua, guru dan pelatih khusus. Pemerintah kota memasang rambu-rambu lalulintas dan penyebrangan untuk pejalan kaki, produsen mobil menginstal dan mungkin memakai pelindung saat berolahraga, tetapi belum dilatih bagaimana mengenali, menilai dan mengendalikan bahaya yang ditemukan di tempat kerja. Hal ini yang mendasari terjadinya kecelakaan kerja di lingkungan pekerjaan.
Bagaimana manusia bisa mengenali bahaya di tempat kerja? Langkah pertama untuk melindungi diri, adalah mampu mengenali bahaya dalam pekerjaan saat bekerja. Paling tidak dikenal sekitar lima jenis bahaya utama dalam lingkungan pekerjaan, misalnya:
1.       Fisik
2.       Kimia
3.       Biologi
4.       Ergonomi
5.       Psikologi

Sumber:
Burton, I., Kates, R., White, G., 1978, The environment as Hazard, New York: Oxford University

Kuswana, W.S., 2014, Ergonomi dan K3, Penerbit PT. Remaja Rosdakarya, Bandung

Sabtu, 11 Juli 2015

APPLICATION ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP): A CASE STUDY OF E-WASTE MANAGEMENT IN SURABAYA, INDONESIA

ABSTRACT
Increasing the quantity of e-waste is a concern to all stakeholders in most countries in the globe. The paper explains the method of Analytic Hierarchy Process (AHP) is applied with Expert Choice software to choose some variables that influence the management of electronic waste in the city of Surabaya. There are five variables contained in the management of electronic waste such as: Technology, Financial, Environmental, Social and Methods. Questionnaires carried out to select the five variables. Replication and questionnaire design was modified from the World Bank and UNEP. Questionnaires were distributed to five key informants located in the city of Surabaya. The result using Expert Choice software shows the values of the preference variables electronics waste management in the city of Surabaya i.e. Technology = 0.095, Financial = 0.251, = 0.455 Environmental, Social = 0.154, Method = 0.046. The judgments were found to be consistent, precise and justifiable with narrow marginal inconsistency values. This paper also provides a thorough sensitivity analysis to express the confidence in the drawn conclusions.
Keywords: E-waste, AHP, expert choice, sensitive analysis, Surabaya


sumber: 

IDENTIFIKASI RISIKO KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PADA PEKERJA PENGUMPUL SAMPAH MANUAL DI JAKARTA SELATAN

Abstract
Waste collection is one of the activities that should be performed on the waste management process. This activity can pose a potential high risk given the dangers that may arise while direct contact with the garbage and activities conducted. This study aims to identify potential risks  to  the  health  and  safety  of  workers  garbage  collector. The  survey uses a  structured questionnaire distributed to 25 the refuse collector randomly selected in Srengseng Sawah-Jagakarsa, South Jakarta. Descriptive statistics were used to analyse the data collected. The the  garbage  collectors  who  agreed  the  use  of  personal  protective  equipment  at  work  is approximately  64%  or  around  16  respondents. Musculoskeletal  disorders  suffered  by respondents is around 19 people, or roughly 76%. The Respondents who suffered puncture wounds as a result of did not use gloves were 23 respondents or approximately 92%. Wrist and lower back are the most common musculoskeletal disorder that affects approximately 23 respondents.  Generally,  workers  require  personal  protective  equipment  in  order  to  prevent and  reduce  accidents.  Improvement  measures  should  be  always  be  done  such  as  healthy behaviour, use  of personal  protective equipment  and  the  development  of  working methods based on ergonomic principles.
Keywords: Health risks, the garbage collectors, South Jakarta, accidents, musculoskeletal

Abstrak
Pengumpulan  sampah  merupakan  salah  satu  aktivitas  yang  harus  dilakukan  pada  proses pengelolaan  sampah.  Aktivitas  ini  dapat  menimbulkan  potensi  risiko  yang  cukup  tinggi mengingat  bahaya  yang  dapat  muncul  saat  kontak  langsung  dengan  sampah  maupun aktivitas  yang  dilakukan. Penelitian  ini  bertujuan  untuk  mengindentifikasi  potensi  risiko kesehatan  dan  keselamatan    pada  pekerja  pengumpul  sampah  manual.  Survey  dengan menggunakan  kuesioner  yang  terstruktur  disebarkan  pada  25  orang  petugas  pengumpul sampah  yang  dipilih  secara  acak  di  Kelurahan  Srengseng  Sawah  Kecamatan  Jagakarsa, Jakarta Selatan. Statistik deskriptif digunakan untuk menganalisa data yang terkumpul. Para petugas pengumpul sampah yang setuju penggunaan alat pelindung diri saat bekerja adalah sekitar 64% atau sekitar 16 responden. Sementara gangguan musculoskeletal yang dialami oleh  petugas  adalah  sekitar  19  orang  atau  sekitar  76%.  Sedangkan  responden  yang mengalami luka tusuk akibat tidak menggunakan sarung tangan adalah  23 responden atau 92%. Pergelangan tangan dan punggung bawah merupakan gangguan muskuloskeletal yang umum  diderita  yaitu  sekitar  23  responden.  Secara  umum,  para  pekerja  memerlukan  alat pelindung diri dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja. Langkah-langkah peningkatan  perilaku  hidup  sehat,  penggunaan  alat  pelindung  diri  dan  pengembangan metode kerja berdasarkan prinsip ergonomic harus senantiasa dilakukan.
Kata  kunci: Risiko  kesehatan,  petugas pengumpul  sampah,  Jakarta  Selatan,  kecelakaan kerja, muskuloskeletal


Rabu, 01 Juli 2015

Manfaat Penerapan K3 ditinjau dari aspek finansial

Pendekatan secara ekonomi atau finansial juga dapat digunakan dalam mengevaluasi manfaat penerapan K3. Secara umum, kecelakaan kerja dapat memberikan dampak kerugian yang cukup besar bagi perusahaan. Terdapat banyak perusahaan yang terpaksa gulung tikar karena aspek K3 kurang mendapat perhatian secara serius. Dampak ekonomi dari K3 dapat ditinjau dari segi produktivitas dan pengendalian kerugian (loss control).
Kecelakaan kerja dapat mendorong penurunan produktivitas perusahaan. Pada suatu proses produksi, terdapat tiga faktor yang saling terkait dan saling mempengaruhi, seperti kuantitas (quantity), kualitas (quality) dan keselamatan (safety). Produktivitas dapat terwujud apabila ketiga elemen tersebut berjalan dengan seimbang. 
Proses dan produk mempunyai persyaratan dari sisi kualitas (mutu) dan kuantitas yang ditetapkan dalam setiap pekerjaan. Hal ini menyangkut spesifikasi teknis, ukuran, volume, kapasitas produksi atau waktu yang diperlukan dalam penyelesaian suatu pekerjaan. Misalnya, Seorang penjahit harus mampu menyelesaikan pembuatan baju sebanyak 25 buah perhari dengan kualitas yang baik dan sesuai dengan persyaratan mutu yang ditetapkan. 
Produktivitas tidak dapat dianggap berhasil apabila pekerja tersebut hanya memperhatikan unsur kualitas saja, akan tetapi sisi kuantitas dari pekerjaan juga harus diperhatikan. Namun, kedua faktor tersebut belum dapat dianggap berhasil dalam pemenuhan produktivitas kerja.
Produktivitas tidak akan tercapai apabila dalam proses produksinya terjadi kecelakaan atau kerusakan yang dapat mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas. Pekerjaan harus dilakukan dengan aman tanpa adanya kecelakaan kerja, pemborosan biaya dan waktu serta kerusakan peralatan produksi.
Konsep tersebut merupakan rumusan dari sistem manajemen mutu yang terdiri dari enam unsur, yaitu:
  • Kualitas produk
  • Kualitas penyerahan
  • Kualitas biaya
  • Kualitas pelayanan
  • Kualitas moral
  • Kualitas K3.
Berdasarkan elemen kualitas tersebut di atas, nampak bahwa tanpa usaha K3 yang baik maka proses pencapaian mutu tidak akan dapat tercapai. Keselamatan dan Kesehatan Kerja berperan dalam memberikan jaminan keamanan proses produksi sehingga pada akhirnya pencapaian produktivitas kerja dapat terwujud.

7 alat pengawasan mutu (seven tools) dalam Statistical Quality Control

a.        Flowchart Diagram yang menggambarkan urutan suatu proses, dipakai untuk menentukan bagian mana dari proses yang bisa dijadikan...