Senin, 02 Maret 2015

Limbah Elektronik (E-Waste)


E-Waste atau limbah elektronik saat ini merupakan masalah lingkungan global yang muncul di hampir semua negara dibelahan dunia manapun juga. Percepatan penemuan teknologi di bidang elektronik ternyata tidak sebanding dengan penemuan teknologi daur ulang elektronik, sehingga membuang ke TPA bersama limbah-limbah yang lain adalah menjadi pilihan pertama. Percepatan pertumbuhan industri elektronik saat ini dikombinasikan dengan produk yang cepat usang karena produk generasi yang lebih baru sudah muncul lagi. Karena inovasi teknologi yang dikembangkan saat ini ternyata bukan teknologi yang tahan lama, sehingga mendorong konsumen untuk mengganti barang elektroniknya dengan yang baru dalam kurun waktu yang lebih cepat.  Revolusi industri jumlah alat-alat elektrik dan elektronik yang dijual di pasar dunia mencapai puncaknya sekitar tahun 1980 sampai dengan 1990, dimana peralatan tersebut mempunyai masa pakai antara 10 sampai dengan 20 tahun (Nnoromon, 2009). Di beberapa negara eropa dan Amerika pembuangan limbah elektronik adalah dengan cara mengirim limbah tersebut ke beberapa Negara berkembang di Asia dan Afrika seperti China, Indonesia, Vietnam dan lain-lain. Riset yang dilakukan oleh Zoeteman et al 2009 menyatakan bahwa  sekitar 80% dari total limbah elektronik yang dihasilkan dibuang atau dikirim ke negara-negara di Asia dan Afrika.


Gambar Peralatan Elektronik rusak


Parlemen Uni Eropa dalam instruksinya No. 2002/96/EC menggolongkan jenis-jenis limbah elektrlkal dan elektronik yang termasuk dalam e-waste, antara lain:

  1.  Peralatan rumah tangga berukuran besar (Large household appliances, berlabel LargeHH). Masuk kategori ini diantaranya mesin pendingin ruangan (AC), mesin cuci, lemari es, kulkas, oven.
  2.  Peralatan rumah tangga berukuran kecil (Small household appliances, berlabel small TH-1), seperti kipas angin, kompor, blender, toaster, vacuum cleaner.
  3. Peralatan komunikasi dan teknologi informasi (IT & telecommunications equipment, berlabel ICT). Komputer, laptop, printer, telepon, modem, handphone, mesin fax, mesin scan, baterai, kalkulator masuk dalam kategori ini.
  4. Peralatan hiburan elektronik (Consumer equipment, dengan label CE); yaitu TV, radio, pemutar DVD/VCD.
  5. Perlengkapan pencahayaan (Lighting equipment, dengan label Lighting).
  6. Alat-alat listrik dan elektronik (Electrical and electronic tools, with the exception of large scale stationary Industrial tools, dengan label E&E tools). Masuk kategori ini salah satunya adalah mesin bor.
  7. Mainan elektronik dan peralatan olahraga (Toys, leisure and sports equipment, dengan label Toys).
  8. Perangkat medis (Medical devices-with the exception of all implanted and infected products, dengan label Medical Equipment).
  9. Alat monitoring dan alat kontrol (Monitoring and control instrument, dengan label M&C).


Semua jenis yang dikelompokan oleh Uni Eropa, merupakan hal yang jamak diketemukan di rumah tangga Indonesia. Artinya, secara langsung Indonesia juga bertanggung jawab dengan keberadaan e-waste.
Limbah elektronik dan limbah peralatan listrik menggambarkan perangkat listrik atau elektronik yang sudah terpakai lagi dan dibuang sebagaimana sampah padat rumah tangga. Belum ada kesepakatan secara bersama di hampir semua Negara-negara di dunia mengenai pengertian dari limbah elektronik ini. Di Indonesia, selain mengacu pada perjanjian internasional seperti konvensi Basel, penanganan limbah B3 diatur dalam beberapa peraturan antara lain; Kerpres 61/1993 tentang Ratifikasi Konvensi Basel, Perpres 47/2005 tentang Ratifikasi Ban Ammendement, UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, PP Nomor 18/1999 jo PP Nomor 85/1999 tentang Pengelolaan Limbah B3, UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa limbah elektronik atau E-Waste adalah menjadi isu global yang keberadaannya dapat berpotensi menimbulkan masalah negatif, seperti masalah lingkungan, kesehatan dan lain-lain.  Disamping masalah negatif, di beberapa Negara berkembang justru terjadi bahwa limbah elektronik mempunyai potensi  peluang bisnis yang cukup siginifikan, hal ini disebabkan dalam limbah elektronik masih mengandung beberapa elemen dan komponen yang masih dapat di daur ulang seperti besi, tembaga, aluminium, emas dan logam lainnya serta plastik (Widmer et al., 2005). Di Indonesia pemanfaatan (daur ulang) limbah elektronik merupakan fenomena yang cukup menarik, hal ini disebabkan karena tingginya harga komponen-komponen limbah elektronik tersebut. Disamping itu masyarakat di Indonesia masih mempunyai kebiasaan untuk tetap mempertahankan barang-barang elektronika mereka walaupun kondisinya sudah tidak berfungsi lagi karena life time-nya (usia pakai). Tetapi dengan cara mengirimkan peralatan elektronik tersebut ke tukang-tukang servis elektronik menjadikan usia pakai barang elektronik tersebut menjadi lebih panjang lagi. Daur ulang yang ada di Indonesia kebanyakan dilakukan oleh para pelaku sector informal atau  biasa disebut dengan backyard recycling (dilakukan di belakang rumah). Proses daur ulang yang terjadi sangat berpotensi terhadap pencemaran lingkungan dan membahayakan kesehatan manusianya. Sementara itu sikap dan perilaku konsumen menurut Lim (2010) dalam membeli barang-barang elektronik menjadi lebih tinggi danmengabaikan untuk mengembalikan barang-barang elektronik yang sudah menjadisampah kembali ke produsennya.

Pembuangan atau pemanfaatan kembali limbah elektronik (electronic waste/e-waste) perlu diwaspadai karena mengandung banyak material berbahaya dan beracun, dimana sebagian besar dikategorikan sebagai bahan beracun dan berbahaya, seperti logam berat (merkuri, timbal, kromium, kadmium, arsenik, perak, kobalt, palladium, tembaga dan lainnya). Penelitian yang dilakukan oleh Fishbein (2002);Scharnhorst et al (2005), menyatakan di dalam komponen penyusun barang-barang elektronik ditemukan bahan beracun seperti arsenik, berilium, kadmium dan timah yang diketahui sangat presisten dan sebagai substansi bioakumulasi. Apabila selama proses perbaikan dan daur ulang dari E Waste tidak terkendali maka beberapa bahan kimia tersebut dapat terlepas ke lingkungan.


Peraturan untuk mengelola sampah eletronik di negara-negara maju,  telah diterapkan oleh pemerintahnya. Misalnya melalui aturan yang mengharuskan produsen melakukan penarikan barang-barang elektronik yang diproduksi dan program-program pengumpulan sampah elektronik. sebagai contoh di Jerman telah memiliki organisasi bantuan lingkungan dimana sejak delapan tahun lalu bersama perusahaan yang bergerak dibidang telekomunikasi Jerman, sudah memulai aksi pengumpulan telepon seluller bekas. Aksi ini ternyata sangat menguntungkan karena dapat menghemat bahan baku yang semakin langka (Hanafi et al 2011), sementara di negara Amerika sudah mempunyai peraturan yang tidak memperbolehkan penduduknya untuk membuang komputer bekas (E Waste) di tempat pembuangan sampah.

E Waste mempunyai tipikal yang tidak sama dengan sampah padat yang dihasilkan dari rumah tangga. Sehingga menyebabkan definisi terhadap E Waste sangat bergantung pada perspektif tiap orang. Di negara berkembang seperti di Indonesia belum ditemukan kesepakatan mengenai definisi yang standar atau yang berlaku umum. Dalam penelitian yang dilakukan Damanhuri dan Sukandar, 2006, menyatakan .E Waste juga tidak ditemukan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah. Hal ini disebabkan karena adanya aliran E Waste di masyarakat pada sektor informal yang dilakukan oleh jasa perbaikan dan perdagangan secondhand (Triwiswara, 2009). Di Indonesia barang-barang secondhand (bekas) elektronik, peralatan elektronik atau elektronik diperbaharui atau rekondisi dibuat dari komponen E Waste dapat bermanfaat bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak mampu untuk membeli yang baru. Mereka juga mempertimbangkan keuntungan dari menggunakan jenis elektronik untuk menghasilkan pendapatan pada keterampilan dengan modal yang rendah.  Kebiasaan masyarakat di Indonesia yang buruk terhadap E Waste menyebabkan E Waste tidak ditemukan di tempat sampah. Perpanjangan aliran E Waste dilakukan masyarakat dengan melakukan praktek-praktek informal ini dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan dan lingkungan. Menurut Damanhuri dan Sukandar (2006), permasalahan E Waste di Indonesia tidak hanya melibatkan sektor formal saja, tetapi terungkap bahwa peran sektor informal sangat besar. Hal ini disebabkan istilah E Waste masih belum akrab bagi kebanyakan orang di Indonesia.

Meningkatnya jumlah limbah elektronik di Indonesia dikarenakan beberapa faktor, antara lain (1) Minimnya informasi mengenai limbah e-waste kepada publlk; (2) Belum adanya kesadaran public dalam mengelola e- waste untuk penggunaan skala rumah tangga (home appliances); (3) Pemahaman yang berbeda antar institusi termasuk Pemerintah Daerah tentang e-waste dan tata cara pengelolaannya; (4) Belum tersedianya data yang akurat jumlah penggunaan barang-barang elektronik di Indonesia; serta (5) Belum tersedianya ketentuan teknis lainnya, semisal umur barang yang dapat diolah kembali.  Lonjakan e-waste yang paling sensasional terjadi pada produk telepon seluler (ponsel). Saat ini hampir setiap orang memilki sebuah ponsel atau bahkan leblh, ini tentu akan mempengaruhi jumlah e-waste yang dibasilkan. E-waste tertinggi berlkutnya adalah televisi yang kemudian dikuti oleh kulkas. Artinya bahwa meningkatnya jumlah e-waste terkait erat dengan peningkatan penggunaan alat elektronik yang saat ini sudah menjadi gaya hidup masyarakat dunia.


Referensi :
  • Agustina, H. 2007. Identification of E-Waste and second hand e-products in Indonesia. Regional Workshop on Prevention of Illegal Transboundary Movement for Hazardous Waste in Asia. Beijing, China.’ 
  • Damanhuri, E. Dan Sukandar,. Preliminary Identification of E-Waste Flowin Indonesian And its Hazard Characteristic, Proceedings of Third NIES Workshop on E Waste, Japan:2006 
  • Artiningsih A.Komang,. Peran Serta Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga(2008) 
  • Atmosutarno Sarwoto., Ketua Umum ATSI Asosiasi Telepon Seluler Indonesian (ATSI) di sela pembukaan FKI & ICS 2010 di Jakarta Convention Center, 14 Juli 2010. 
  • Hanafi Jessica et al., The Prospects of Managing WEEE in Indonesian. 18th CIRP International Conference on Life Cycle Engineering, Braunschweig, 2011
  • Nnorom I.C., Survey of willingness of residents to participate in electronic waste recycling in Nigeria – A case stud of mobile phone recycling. Journal of cleaner production 2009; 17:1629-1637. 
  • Huang P, Zhang X, Deng X. Survey and analysis of public environmental awareness and performance in Ningbo, China: a case study on household electrical and electronic equipment. Journal of Cleaner Production 2006; 14: 1635–43 
  • Nnorom IC.,Ohakwe J.,Osibanjo O.,Survey of willngness of residents to participate in electronic waste recycling in Nigeria:Acase study of mobil phones.,Clear Production,2009; 17,1629-1637 
  • Nnorom IC, Osibanjo O., Toxicity characterization of waste mobile phone plastics 2009; Journal of Hazardous Materials,161,183-188 
  • UNEP., Basel Convention on the Control of Transboundary Movements of Hazardous Wastes and their Disposal, United Nations Environment Programme. http://www. basel.int/, 2009. 
  • Wahyu,IM., Winardy,D., Damanhuri,E., Padmi, T., Identifikasi Material E-Waste Komputer dan Komponen Daur Ulangnya di Lokasi Pengepulan E-Waste. Bandung, 2010. 
  • www.ylki.or.id/kandungan-berbahaya-dalam-e-waste.html (diakses tanggal 23 Juli 2013)
  • Widi Astuti, Purwanto, Enri Damanhuri, Studi Persepsi Dan Perilaku Jasa Servis Dalam Memperpanjang Aliran Limbah Elektronik (E Waste) Di Kota Semarang, Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Semarang, 11 September 2012 
  • Zoeteman, B., H. R. Krikke, and J. Venseelaar. 2009. Handling electronic waste flows: on the effectiveness of producer responsibility in a globalizing world. Center Discussion Paper Series: 2009-74.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

7 alat pengawasan mutu (seven tools) dalam Statistical Quality Control

a.        Flowchart Diagram yang menggambarkan urutan suatu proses, dipakai untuk menentukan bagian mana dari proses yang bisa dijadikan...